Jumat, 21 Mei 2010

Video Kerinduan pada Puteri Tercinta

Bikin video sendiri itu gak gampang ternyata... Satu saat kita berhasil membuatnya, namun disaat yang lain malah gagal. Dan ini akhirnya yang jadi bikin penasaran dan lupa dech ama tugas penting lainnya. Tapi, manusiawi banget kalo ketidakberhasilan membuat lupa waktu. Bagiku pengalaman ini menjadi satu jalan mengobati selaksa rindu yang terus berkobar-kobar pada puteriku tercinta, Salsa. Tak ada yang lebih indah disaat segala tugas menghimpit dan memusingkan kepala selain memandang wajah cantik puteriku dan membelainya ... meski hanya lewat layar netbook :)
Sebagaimana tertuang dalam lagu "Tidurlah tidur" milik Katon Bagaskara:
Bagiku Salsalah yang jadi alasan aku rela terpisah jauh setahun ini demi masa depan yang lebih baik bagi dia kelak.

Dan akupun memacu semangat hidup tuk gapai harapan dan impian;
meski kadang harus menembus aral melintang;
meski tak selalu mampu berdiri tegar;
namun aku kan terus menggapai harapan
meski harus tertatih, merayap dan merangkak dalam meraihnya

Salsa, senyum, tawa dan ocehanmu lah yang menjadi penawar segala keterpurukan

Senin, 17 Mei 2010

Patin oh Patin



Sebagai anak Sumatera yang lahir dan besar di Jambi, salah satu provinsi di pulau Sumatera, Indonesia, tentunya aku sangat akrab dengan ikan dari sungai Batanghari. Semenjak kecil aku sudah terbiasa mengkonsumsi aneka ikan air tawar dari sungai tersebut, mulai dari patin, lele, gabus, seluang, baung dan masih banyak lagi.

Karena kedua orangtuaku berdarah Palembang, ibuku sering sekali menyajikan lauk pauk khas Jambi maupun Palembang sebagai "teman makan" nasi. Jadinya semenjak kecil aku sudah terbiasa menyantap tempoyak ikan maupun pindang ikan. Nah.. untuk dua jenis makanan ini, ikan yang paling sering digunakan adalah ikan patin. Saking terbiasanya dengan ikan patin, saat mulai mengenalkan makanan padat pada puteriku (Salsa) kala berusia 6 bulan, akupun menyajikan pindang ikan ini dalam penganan awal dia. Selain gampang dibuat, pindang dari ikan ini juga bisa dilumatkan sehalus mungkin sehingga cocok buat bayi yang baru belajar makan.

Saat menjejakkan kaki di kota Groningen, Belanda. Praktis aku terpisah dari dua jenis makanan tersebut. Soalnya sebagai negara yang bukan tropis, tentunya ikan patin tidak dibudidayakan di Belanda. Lagipula sebagai makanan khas di Jambi dan Palembang, tempoyak tidak di-impor ke Eropa. Dan ini berimbas pada tidak adanya tempoyak selama berada di Groningen... Jadilah selama setahun aku terbelenggu rindu pada makanan khas tersebut, terutama patin.

Meskipun tinggal di benua Eropa, bukan berarti seleraku bisa di-putar ke selera Eropa. Aku tetap saja masak ala Indonesia karena beraneka ragam bumbu Indonesia tersedia lumayan lengkap di toko-toko Asia di Belanda. Naah.... dari sini cerita ikan patin berawal.

Di toko Asia itu maupun supermarket di Belanda, aku sering menemukan ikan air tawar beku "Pangasius". Ikan ini juga bisa dibeli di pasar tradisional (Vishmarkt). Aku cukup sering membeli ikan ini, tapi selama ini gak pernah memperhatikan apakah ikan ini termasuk jenis ikan air tawar atau ikan laut.

Secara tidak sengaja, saat hendak menghilangkan bekuan es di ikan pangasius, aku memperhatikan tulisan dan gambar ikan di plastik pembungkusnya... "Pangasius Hypopthalmus". Aku tersentak, ternyata gambar ikannya persis sekali dengan ikan patin yang kukenal.

Buru-buru aku buka portal wikipedia indonesia dan mengetik kata ikan patin. Oalaaaa...
ternyata nama latin "Pangasius Hypopthalmus" merupakan nama ikan patin siam, ikan patin asal vietnam. Termasuk familiae ikan patin yang kukenal itu. Duch, ternyata selama ini aku tetap tak berpisah dengan ikan patin kegemaranku.

Dan nampaknya kerinduanku pada "pindang ikan patin" akan sedikit memudar sebab aku bisa memasaknya di Groningen dengan memakai ikan "Pangasius Hypopthalmus". Meskipun gak seratus persen sama, tapi setidaknya rinduku pada pindang ikan patin cukup terobati. :)